OPINI  

UMKM Sejahterakan Rakyat, Yang Terjadi Trickle Down Effect , Ironi!

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban

Tanggal 10-13 Agustus 2023 lalu, bangsa ini merayakan Hari UMKM Nasional yang diselenggarakan di Lapangan Pamedan Mangkunegaran, Surakarta, selaku tuan rumah acara. UMKM ( Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) telah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) (detik.com,10/8/2023).

Menurut laman resmi Pemerintah Kabupaten Bantul, sejarah Hari UMKM Nasional bermula dari Piagam Yogyakarta hasil Kongres UMKM pada 25-26 Mei 2016. Kongres tersebut diikuti oleh ratusan pendamping koperasi dan UMKM dari seluruh Indonesia. Dipilihnya tanggal 12 Agustus diperingati sebagai Hari UMKM Nasional berdasarkan tanggal lahir Bapak Koperasi Indonesia, Drs. Mohammad Hatta. Wakil Presiden RI pertama yang dikenal dengan sebutan Bung Hatta ini lahir pada 12 Agustus 1902.

Peringatan Hari UMKM tahun ini dilaksanakan bersamaan dengan UMKM Expo 2023 yang mengambil tema “Transformasi UMKM Masa Depan”. Peringatan ini diharapkan menjadi momentum kebangkitan dan memperkuat UMKM sebagai salah satu pilar penggerak roda perekonomian bangsa.

Sebanyak 2.000 pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dari seluruh Indonesia berpartisipasi di peringatan Hari UMKM di Pamedan Puro Mangkunegaran. Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Arif Rahman Hakim menyebut pelaku UMKM di Indonesia saat ini memiliki produk yang berkualitas dan punya daya saing. Sehingga UMKM bisa diandalkan untuk menunjang ekonomi ke depan.

“Goals di Hari UMKM tentu yang kita tumbuhkan menunjang perekonomian berbasis teknologi fokus ke pemanfaatan teknologi digital. Dan nanti kelihatan di tahun ini,” katanya di pembukaan Hari UMKM di Puro Mangkunegaran, Kamis (10/8/2023). Arif menyebut bahwa pelaku UMKM di Indonesia saat ini ada 99,9 persen atau sudah ada 64,2 juta pelaku UMKM. Apalagi, kata Arif, UMKM juga menyumbang 97 persen dari total tenaga kerja yang ada di Indonesia.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengakui ketidakberpihakan pemerintah kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Hal tersebut berdasarkan pengalamannya yang pernah menjadi pelaku UMKM. Di mana pada saat itu untuk mencari tambahan modal dan membuat izin dipersulit (CNNIndonesia, 11/8/2023). Menurutnya, sampai saat ini pemerintah belum sepenuhnya membela UMKM. Hal ini tercermin dari banyaknya menteri di Kabinet Indonesia Maju Presiden Joko Widodo (Jokowi), hanya ia yang berbicara tentang UMKM karena pernah menjadi bagian.

Baca Juga  Pengamat Politik Hendri Satrio Dorong Teguh Santosa Jadi Senator

Padahal, Bahlil menilai UMKM adalah tameng pelindung Indonesia dari krisis ekonomi. Menurutnya, pelaku UMKM lebih berjasa ketimbang pengusaha kelas kakap, UMKM membangkitkan gairah perekonomian bangsa selepas pandemi covid-19. Bahlil merinci setidaknya sekarang 99 persen unit usaha di Indonesia adalah UMKM yang menyentuh 64,3 juta.

Pemerintah menargetkan sebanyak 30 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masuk ke ekosistem digital menyusul perkembangan sektor tersebut di dalam negeri. Menteri Koperasi dan UMKM, Teten Masduki mengatakan, “Awalnya waktu kita dengan e-commerce sepuluh tahun lalu hanya 8 juta UMKM yang terhubung (dengan ekosistem digital),” (republika.co.id, 13/8/2023). Selanjutnya, ia mengatakan, pandemi COVID-19 ternyata membawa berkah bagi dunia digital dalam negeri. Menurut dia, banyak orang yang hijrah untuk lebih memilih berbelanja melalui daring dibandingkan langsung ke toko atau pasar.

Pembodohan Jargon UMKM Penyangga Ekonomi untuk Mensejahterakan Rakyat

Pasca Pandemi Covid-19, perekonomian dunia, khususnya Indonesia memang belum pulih benar. UMKM ternyata masih bisa sedikit mengais rezeki sehingga perkembangannya kini diklaim menjadi penyangga ekonomi bangsa. Terlebih secara data UMKM berhasil menyediakan tenaga kerja hingga 97 persen dari total tenaga kerja yang ada di Indonesia. Angka yang sangat fantastis, mengingat pengangguran semakin bertambah, bukan hanya mereka yang lulusan SMA atau sederajat, tapi juga para sarjana.

Benarkah klaim pemerintah itu dan apakah memang sudah seharusnya UMKM menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia? Faktanya UMKM justru menjadi salah satu cara untuk memperpanjang rantai produksi, yang jelas akan menguntungkan pengusaha (Oligarki). Barang yang diproduksi UMKM sebagian besar adalah barang impor dan bukan barang tambang atau energi yang jumlahnya bak air mengalir.

Baca Juga  Opini: Antara Qawwamah dan KDRT

Hal ini menggambarkan Trickle Down Effect (efek menetes ke bawah) yang menjelaskan tentang kebijakan ekonomi yang berfokus pada pemilik modal, lalu dengan sendirinya menetes ke bawah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang merata. Padahal, pelaku UMKM masih dihadapkan dengan banyak kendala, baik dari bahan baku, tenaga kerja terampil, teknologi maupun digitalisasinya. Namun sudah diberi beban menyejahterakan rakyat yang semestinya menjadi urusan negara.

Fakta tersebut menggambarkan sejatinya negara tidak memberikan solusi untuk mensejahterakan rakyat, bahkan hanya sebagai regulator yang menguntungkan oligarki. Ujung-ujungnya di partai besar, para pemilik modal besar itulah yang mengalami keuntungan. Sedang kita berkuta pada investasi, utang berbasis riba dan hanya menyejahterakan sebagian kecil masyarakat saja. Sebab, ini hanya berputar pada urusan perut, sedangkan sejahtera juga menyangkut masalah kesehatan, pendidikan, transportasi, keamanan, air bersih, harga kebutuhan pokok terjangkau dan tidak ada pajak. Apakah UMKM bisa menjamin semua itu itu mudah terakses bahkan gratis?

Sistem Ekonomi Islam Lebih Kuat Menyangga Perekonomian Negara bahkan Dunia

Islam memilki sistem ekonomi yang tangguh dan solusi berbagai persoalan ekonomi yang terjadi . Jelas akar persoalannya adalah diterapkannya kapitalisme, sistem ekonomi buatan kafir yang membatasi peran negara melebarkan serta memudahkan peran asing atau swasta. Padahal, negara hadir berfungsi sebagai periayah atau pengurus rakyat, sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” (Hr. Bukhari dan Muslim).

Imam atau kepala negara dalam negara Islam adalah orang yang berkewajiban menjadi perisai atau pelindung rakyatnya. Dengan apa? Dengan syariat atau aturan Allah swt, telah terbukti kapitalisme hanya menyengsarakan rakyat tanpa ampun. Pasca Pandemi justru bertambah berat, ditambah beban negara yang harus ditanggung pelaku UMKM.

Baca Juga  Opini: Pelecehan Seksual Hingga Radikalisme di Pesantren

Jargon yang juga sebetulnya usang adalah cintailah produk Indonesia. UMKM didorong untuk bersaing dengan produk luarnegeri, banyak produk UMKM yang berupa produk lokal dengan kemasan berbeda namun di saat yang sama pemerintah membuka kran ekspor begitu lebar, dengan berbagai kemudahan semisal bebas biaya ongkir dan lain sebagainya. Jelas kebijakan kontradiktif ini menjadi pukulan keras bagi pelaku bisnis skala mikro atau lebih kecil lagi.

Sistem ekonomi Islam mengharuskan setiap muamalah adalah riil dan tidak berbasis riba. Di antaranya ada pembagian kepemilikan yaitu kepemilikan individu, umum dan negara. Kepemilikan umum dan negara bisa berupa barang tambang dan energi, kekayaan hutan, laut, sungai, dan lainnya yang itu dikelola oleh negara dan dikembalikan kepada rakyat berupa pembangunan sekolah, masjid, rumah sakit, jalan raya, jalan tol dan fasilitas umum lainnya. Rakyat boleh memanfaatkannya secara gratis.

Dari pengelolaan kepemilikan umum dan negara ini pula negara mampu memberikan lapangan pekerjaan yang sangat luas bagi rakyatnya. Tidak ada kerjasama dengan asing sebagaimana hari ini yang ujungnya eksploitasi kekayaan rakyat, namun rakyat dimiskinkan dan sekaligus diwarisi sisa lahan tambang tak terpakai yang kemudian mendatangkan bencana alam luar biasa.

Pendapatan negara juga berasal dari kepemilikan negara seperti jizyah, kharaj, fa’i, ghonimah dan lainnya. Yang bersamaan dengan hasil pengelolaan kepemilikan umum disimpan di Baitul mal. Sepanjang sejarah gemilangnya peradaban Islam, Baitul mal telah terbukti menyediakan harta yang berlimpah. Maka, seharusnya ini menjadi perhatian kita, terlebih Indonesia adalah negara Miskin terbesar kedua di dunia, pantaskah mencampakkan aturan Allah dan menggantinya dengan aturan manusia? Wallahu a’lam bish showab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *