Oleh: Jumiati, S.Tr.Keb
Bencana banjir kembali terjadi dan memakan korban, sebahagian wilayah Aceh Utara sejak Selasa (4/10) terus meluas. Akibat banjir ini ada 22.535 jiwa yang terdampak. Menurut Juru Bicara Badan Nasional Penanggulangan Abdul Muhari Menjelaskan hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Selain curah hujan tinggi yang masih sangat sering terjadi, kondisi tanggul daerah aliran sungai (DAS) besar juga tidak menampung debit air yang meningkat. Katadata.co.id.
Tidak hanya di Aceh, Bencana Banjir pun melanda Ibu kota serta beberapa kota disekitarnya seperti Depok, Bekasi, serta Tangerang. Bahkan bencana ini mengakibatkan adanya korban jiwa sebanyak 4 Siswi MTSN 19 Jakarta Selatan meninggal setelah sekolah mereka di terjang banjir sebab tembok sekolah mereka rubuh dan tidak bisa menahan volume air yang meluap. Liputan6.com
Selain ibu kota Jakarta, bencana banjir juga terjadi di sulawesi barat sejak (11/10/2022) tepatnya kecamatan Kalukku kabupaten Mamuju banjir bandang disertai material lumpur menerjang 2.448 rumah-rumah warga, 7854 jiwa, 13 unit rumah lainnya rusak parah, akibat tertimpa longsor, dan 3 tiang listrik tumbang. Serta
fasilitas umum seperti 1 jembatan rusak, 1 kantor desa, 1 sekolah dasar, serta 1 puskemas yang terendam lumpur.
Kepala BPBD Kabupaten Mamuju Muh. Taslim Sukirno menyampaikan, “Sebelum terjadi banjir bandang, Kabupaten Mamuju dilanda hujan berintensitas tinggi dari pukul 14.00 hingga 23.30 WITA pada Selasa (11/10/2022) pukul 17.00 WITA. Sungai Ranga-ranga, Pure, dan Sungai Ampallas makin meluap karena debit air yang terlalu tinggi hingga mencapai 50 sampai 120 cm yang akhirnya meluap dan masuk ke rumah-rumah masyarakat,” kata Taslim, Kamis (13/10/2022). Kumparan.com
Bencana Banjir hampir terjadi setiap tahun, namun upaya antisipasi dan mitigasi bencana belum diperhatikan secara serius oleh pemerintah.
Padahal BMKG sudah beberapa kali memberikan peringatan seperti bencana banjir di Jakarta.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, “Sebenarnya pihak BMKG memberikan sejak awal dan diulang setiap harinya bahwa memprediksi hujan ekstrem yang terjadi tak hanya di Jakarta tapi di seluruh wilayah Indonesia, namun alih- alih ada upaya mitigasi, kebijakan penguasa justru semakin memperparah kerusakan alam hingga alam kehilangan daya dukung lingkungannya.
Seperti penjelasan Dwikorita, iya menegaskan, “Intensitas curah hujan sebagai faktor pemicu saja. Kondisi lahan, saluran air dan kerusakan lahan dapat berpengaruh signifikan terhadap kejadian banjir.” Sehingga hujan bukan faktor Utama.
Kondisi tersebut adalah efek langsung dari penerapan sistem Kapitalisme, sistem ini hanya mengutamakan keuntungan belaka, sehingga pembangunan yang dilakukan hanya bersifat eksploitatif.
Selain itu, kapitalisme hanya melahirkan penguasa yang tidak serius mengurusi rakyatnya, khususnya dalam mitigasi bencana. Padahal jika kita lihat, upaya tersebut bisa dilakukan oleh penguasa. oleh karena itu, Umat butuh kepemimpinan yang mau mengurusi kebutuhan rakyat, Pemimpin seperti ini hanya hadir dalam Sistem Islam yang komprehensif. Sebab Mindset dalam kepemimpinan Islam yang komprehensif, Pemimpin adalah pengurus atau Periayah, Rasulullah SAW bersabda,
“Imam adalah raa’in (Penggembala) dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya” ( HR Bukhari).
Dari pola pikir ini dapat dipastikan seorang pemimpin akan bersungguh-sungguh mengurusi rakyatnya karena memahami tanggung jawabnya bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat, salah satu tanggung jawab tersebut yakni seorang pemimpin akan mencegah penyebab banjir sehingga masyarakat akan terjaga dan terhindar dari banjir. Adapun upaya dalam menangani banjir dapat kita lihat dari berbagai aspek yaitu,
Pertama, Apabila banjir disebabkan karena faktor alam semisal musim dan pengaruh curah hujan, seorang pemimpin dalam sistem Islam akan berusaha untuk memetakan wilayah-wilayah yang berpotensi bencana, lalu akan dipersiapkan tim siaga bencana, hal ini dilakukan sebagai tindakan untuk meminimalisir korban jiwa dan kerugian harta benda.
Kedua, Jika banjir disebabkan oleh faktor yang dapat dilakukan upaya pencegahan, misal keterbatasan daya tampung tanah terhadap curah air akibat hujan, gletser dan lainnya maka seorang pemimpin dalam sistem Islam akan merancang untuk membangun bendungan. Dalam kepemipinan yang menerapkan sistem Islam kaffah, Selama 1300 tahun berdiri, banyak bendungan yang dibangun kaum muslimin baik untuk mencegah banjir atau keperluan irigasi, contoh yang bisa kita jumpai sampai saat ini adalah bendungan Guadalquivir di Kordoba yang di arsiteki oleh Al-Idris, sampai saat ini bendungan tersebut masih berfungsi.
Ketiga, Melakukan pengerukan secara berkala terhadap sungai, danau, dan kanal harapannya tidak terjadi pendangkalan.
Keempat, Melakukan pemetakan daerah rendah yang rawan akan genangan air, lalu membuat kebijakan agar masyarakat tidak membangun pemukiman di wilayah tersebut.
Kelima, Jika didapatkan problem pada wilayah yang dulunya aman dari banjir tapi wilayah tersebut mengalami penurunan tanah sehingga terkena banjir, maka seorang pemimpin dalam sistem Islam kaffah akan membangun kanal, sungai buatan, saluran drainase, untuk mengurangi dan memecah penumpukan volume air atau untuk mengalihkan aliran air ke daerah lain yang lebih aman, jika tidak memungkinkan maka akan dilakukan evakuasi penduduk dan mengganti kompensasi tempat tinggal mereka.
Keenam, Membuat regulasi tata ruang wilayah, di mana pembangunan wajib menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya, dengan adanya kebijakan ini kemungkinan akan mencegah terjadinya banjir, salah satu contohnya adalah pembangunan kota Cordoba, ketika wilayah tersebut berada di bawah kekuasaan seorang pemimpin yang menerapkan Islam kaffah secara komprehensif, penguasanya membangun jalan sesuai kultur alam, sehingga memudahkan drainase air.
Ketujuh, Namun jika semua upaya dilakukan manusia telah seoptimal mungkin, tapi tetap terjadi banjir, maka seorang pemimpin dalam sistem Islam kaffah tidak akan berlepas tangan, dia akan menurunkan divisi at Thawari kemaslahan umat untuk menolong wilayah terdampak banjir, Petugasnya sudah dibekali peralatan canggih, pengetahuan tentang SAR serta keterampilan yang dibutuhkan untuk penanganan korban bencana alam.
Harapannya korban bisa cepat mendapatkan pertolongan, akan menyediakan tenda- tenda makanan, pakaian dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tetap sehat karena semuanya bisa terpenuhi, akan mengarahkan para alim ulama untuk menguatkan keimanan mereka, harapannya mereka tetap bisa sabar, tabah, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah SWT dan mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa mereka.
Demikianlah aturan yang diterapkan seorang pemimpin dalam sistem Islam kaffah, sungguh kebijakan ini tidak hanya mengambil dari pertimbangan rasional, namun juga di dasari oleh Nash-Nash Syariat.
Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama yang solid dari semua pihak baik, individu, keluarga, masyarakat dan negara dalam mengatasi banjir hal itu bisa dimulai dari hal yang paling dasar seperti menumbuhkan kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya.
Selain itu, tata kelola kota dan lingkungan juga butuh peran negara yang serius untuk mengatur dan membuat kebijakannya. Tiga aspek ini sebanarnya sudah ada dalam Islam, tentunya bisa berjalan bersinergi jika Islam diterapkan dalam kehidupan secara menyeluruh melalui sebuah kepemimpinan yang menjalankan Islam secara Kaffah dalam naungan Khilafah.